PEROLEHAN. Berbicara tentang cemilan khas Bukit Tinggi, Sumatra Barat. Pasti kita familiar dengan camilan kerupuk gurih berbentuk angka 8 dengan warna kuningnya yang khas. Kerupuk ini biasa dikenal dengan nama Karak Kaliang. Kerupuk ini terkenal dan tersebat di pulau Sumatra. Di Sumatra Utara sendiri, Karak Kaliang disebut ‘Karak Koling’. Bahan utama Karak Kaliang adalah singkong yang diparut dengan bumbu yang sudah dihaluskan. Bumbu tersebut terdiri dari bawang putih, garam, merica dan air secukupnya. Makanan yang berasal dari Sumatra Barat ini sangat terkenal, sehingga sampai merambah pasar oleh-oleh di Sumatra Utara. Karak Kaliang sendiri memiliki tekstur yang cukup keras dan membutuhkan usaha untuk mengunyahnya, namun tetap memberikan cita rasa gurih yang khas dan memanjakan lidah.
Karak Kaliang sudah sering didengar, namun sudah pernah dengar Kue Angka 8 atau Kue 88 dari Sumatra Utara, khususnya Tapanuli Selatan? Tepatnya di Sipirok, kota kecil yang memiliki hawa dingin dan cukup terkenal dengan kopinya. Namun ternyata selain kopi sebagai andalannya, Sipirok memiliki jajanan manis yang hanya bisa didapatkan ketika berkunjung ke Sipirok.
Di kawasan Tapanuli Selatan, Kue Angka 8 ini disebut Karak Kaliang versi manis. Bahkan terkadang Kue Angka 8 juga disebut Kue Karak Kaliang oleh warga setempat karena banyak yang tidak dapat membedakannya karena bentuknya sangat mirip, hanya berbeda warna dan teksturnya saja. Kue Angka 8 cenderung bertekstur lembut. Meskipun bentuk dari Karak Kaliang dengan Kue Angka 8 sangat mirip, namun keduanya tidak berbahan dasar sama.
Walaupun berasal dari Sipirok, namun kue ini tersebar ke daerah lain disekitarnya. Seperti Kota Padangsidimpuan sampai daerah Mandailing Natal. “Enggak dapat kue ini ditempat lain dek, cuma di (tempat) kita ini yang ada. Makanan tempat kita ini.” Ucap penjual jajanan pasar khas kota Padangsidimpuan yang ditemui di Pasar Ucok Kodok, Padangsidimpuan pada Kamis, 31 Maret 2022.
Jajanan pasar ini memiliki bahan dasar yang cukup mudah ditemui. Yaitu tepung beras, tepung pulut atau tepung ketan putih, telur dan garam. Cara membuatnya juga cukup mudah. Campur kemudian aduk tepung ketan, gula pasir, air, telur dan garam. Adonan dibentuk sampai pipih dan berbentuk panjang-panjang, kemudian dibentuk seperti angka 8 kemudian digoreng. Setelah kue dingin, Kue Angka 8 dibaluri dengan bubuk gula putih halus seperti gula pada donat, sehingga rasanya menjadi manis.
Perlu diingat, menggorengnya tidak perlu menggunakan api yang besar dan harus fokus untuk menjaga besar apinya. Karena cukup sulit mendapatkan tekstur yang lembut dan mudah untuk dimakan. Selain itu takaran telurnya juga harus tepat, terlalu banyak telur dapat membuat adonan kue menjadi alot.
Penjual Kue Angka 8 di pasar biasanya tidak menyediakan banyak stok karena kue ini cukup cepat rusak dan berjamur. Sehingga orang dahulu yang biasa membuat kue ini mempunyai cara tertentu untuk menyimpan Kue Angka 8. Jika kue lain disimpan dalam stoples dan disarankan untuk menutup rapat agar kue tidak cepat melempem, maka Kue Angka 8 lebih baik dibiarkan dalam keadaan terbuka dan dibiarkan kontak dengan udara dibandingkan menutupnya dengan rapat dalam stoples. Hal ini mencegah kue cepat berjamur dan mencegah munculnya bitnik-bintik hitam pada kue. Jika sudah mulai rusak, Kue Angka 8 akan mengeluarkan bau apek.
“Cepat hitam-hitam kalau ditutup rapat kuenya. Tutupnya sikit aja, kasih sikit udara masuk biar nggak cepat berjamur. Kalau untuk oleh-oleh (kue ini) cocok, tapi pande-pande (pandai-pandai) kita milihnya. Kadang ada penjual yang jual kuenya udah lama, jadi cepat rusak”, tutur Ibu penjual Kue Angka 8.
Untuk mendapatkan Kue Angka 8 di Tapanuli Selatan cukup mudah. Kue ini dapat ditemukan di penjual keliling menggunakan keranjang, penjual aneka oleh-oleh di pasar tradisional, sampai pusat penjualan oleh-oleh yang cukup besar dan terkenal di Tapanuli Selatan. Harganyapun cukup murah, dibandrol mulai dari Rp7.000 saja perbungkusnya sehingga masih menjadikan Kue Angka 8 ini menjadi idola diantara jajanan pasar lainnya.
Ditulis Oleh : Fadhilah Budiman Hasibuan
Komentar
Posting Komentar